Jokowi akhirnya angkat bicara menanggapi pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang secara tersirat menyinggung soal polemik ijazah palsu yang selama ini diarahkan kepada dirinya. Dalam sebuah acara resmi beberapa waktu lalu, Megawati sempat melontarkan pernyataan bernada sindiran terkait pendidikan dan keabsahan ijazah, yang langsung menyita perhatian publik. Pernyataan tersebut sontak memicu spekulasi dan interpretasi luas di kalangan masyarakat, khususnya karena hubungan Jokowi dan Megawati belakangan ini dikabarkan renggang.
Latar Belakang Polemik Ijazah
Isu mengenai keaslian ijazah Presiden Joko Widodo bukanlah hal baru. Sejak menjabat sebagai presiden, sejumlah pihak yang tidak sepakat dengan kepemimpinannya kerap menggulirkan narasi bahwa ijazah yang digunakan Jokowi untuk mencalonkan diri sebagai kepala negara adalah palsu. Tuduhan tersebut berkali-kali dibantah oleh pihak Istana dan bahkan sudah melalui proses hukum yang menyatakan bahwa ijazah Jokowi adalah asli dan sah secara hukum.
Namun demikian, isu ini tampaknya terus digoreng oleh pihak-pihak tertentu sebagai upaya delegitimasi terhadap Jokowi, terutama menjelang masa akhir jabatannya dan menjelang pemilu yang selalu penuh dinamika.
Sindiran Megawati yang Mengundang Spekulasi
Dalam pidatonya saat menghadiri acara Rakernas PDIP, Megawati sempat menyampaikan pernyataan yang dianggap publik sebagai sindiran tajam terhadap Jokowi. Ia mengatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki latar belakang pendidikan yang jelas dan tidak dibuat-buat. “Sekarang ini banyak orang sekolah hanya demi gelar. Bahkan ada yang ijazahnya tidak jelas. Gimana mau pimpin bangsa kalau begitu?” ujar Megawati dalam pidatonya.
Pernyataan tersebut sontak ditafsirkan banyak pihak sebagai bentuk kekecewaan Megawati terhadap Jokowi, apalagi mengingat dinamika politik antara keduanya yang belakangan santer dibicarakan. Hubungan antara Megawati dan Jokowi dikabarkan mulai merenggang sejak keputusan Jokowi untuk mendukung pasangan calon presiden dari luar partai banteng.
Respons Jokowi: Tenang dan Tegas
Menanggapi sindiran tersebut, Presiden Joko Widodo memilih untuk memberikan pernyataan yang tenang namun tegas. Dalam keterangan pers di Istana Negara, Jokowi menyampaikan bahwa dirinya tidak ingin memperpanjang polemik yang menurutnya sudah selesai secara hukum.
“Saya kira sudah berkali-kali dijelaskan bahwa ijazah saya itu asli. Dari SD, SMP, SMA, hingga kuliah. Semua ada rekam jejaknya, dan sudah diuji kebenarannya. Jadi saya tidak terlalu memikirkan hal-hal seperti itu,” ujar Jokowi kepada awak media.
Jokowi juga menyatakan bahwa sebagai pemimpin, ia lebih memilih untuk fokus pada kerja nyata dan penyelesaian masalah rakyat daripada meladeni tuduhan yang menurutnya tidak berdasar.
“Kalau semua hal kita tanggapi, kapan kerja untuk rakyatnya? Saya kira publik sudah cerdas menilai mana yang fitnah dan mana yang fakta,” tambahnya.
Isyarat Politik di Balik Pernyataan?
Meskipun Jokowi tidak menyebut nama Megawati dalam tanggapannya, publik tetap mengaitkan respons tersebut sebagai bentuk klarifikasi terhadap sindiran sang ketua umum PDIP. Para pengamat politik menilai, dinamika antara Jokowi dan Megawati mencerminkan pergeseran kekuatan di tubuh PDIP dan panggung politik nasional.
“Pernyataan Megawati bisa dimaknai sebagai sinyal politik bahwa ada ketidakpuasan terhadap arah yang diambil Jokowi di akhir masa jabatannya. Sementara Jokowi mencoba tetap menjaga wibawa sebagai presiden aktif dengan tidak menyerang balik secara langsung,” ujar Arya Fernandes, peneliti politik dari CSIS.
Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun keduanya pernah berada dalam satu garis perjuangan, perbedaan pandangan dalam strategi politik menjelang pemilu bisa menyebabkan friksi bahkan di antara tokoh-tokoh besar.
Reaksi Publik dan Elite Politik
Pernyataan Megawati dan respons Jokowi memicu reaksi beragam dari publik. Di media sosial, perdebatan pun tak terhindarkan. Sebagian masyarakat mendukung langkah Jokowi yang tetap tenang menghadapi sindiran, sementara yang lain mempertanyakan motif Megawati mengangkat isu ijazah dalam pidato politiknya.
Sejumlah elite politik pun ikut angkat suara. Politikus dari PDIP, seperti Said Abdullah, mencoba meredam polemik dengan menyatakan bahwa pidato Megawati tidak ditujukan secara personal, melainkan sebagai pesan umum bagi kader partai. Di sisi lain, politikus dari kubu oposisi justru memanfaatkan momen ini untuk mempertanyakan soliditas internal PDIP dan loyalitas Jokowi terhadap partai yang telah mengusungnya.
Kesimpulan
Meski tampak sederhana, sindiran Megawati mengenai kejelasan ijazah dan respons Presiden Jokowi memiliki makna politik yang dalam. Bukan sekadar soal keaslian dokumen pendidikan, tetapi menyangkut kepercayaan, loyalitas, dan arah politik nasional menjelang transisi kepemimpinan.
Jokowi, dengan gayanya yang kalem dan fokus pada kerja nyata, tampaknya berusaha menjaga stabilitas di akhir masa jabatannya, sementara Megawati sebagai pemimpin partai terus berupaya menjaga marwah PDIP sebagai partai ideologis.
Polemik ini, meskipun mungkin akan mereda dalam waktu dekat, telah memperlihatkan betapa pentingnya komunikasi dan kohesi politik dalam menjaga stabilitas pemerintahan dan kepercayaan publik. Di tengah riuh rendah politik nasional, rakyat tentu berharap para pemimpinnya lebih mengedepankan substansi ketimbang simbol, lebih fokus pada kerja ketimbang wacana, demi kemajuan bangsa.